PADANG-Dua pemuda asal Silabu, Kecamatan Pagai Utara mendatangi Ketua DPRD Mentawai, Bupati Kepulauan Mentawai dan Kapolres Kepulauan Mentawai di Tuapeijat, Kamis (4/11/2021). Mereka mewakili warga menyampaikan penolakan terhadap operasional Koperasi Atsiri Kepulauan Mentawai di kampungnya.
Riswan Amdensi Sakerebau (25), salah satu pemuda dari Silabu itu mengatakan, keinginan mereka bertemu dengan Ketua DPRD Mentawai, Bupati Mentawai dan Kapolres Kepulauan Mentawai untuk menyampaikan penolakan.
“Biar lebih kuat surat ini, tapi kemarin kita hanya bertemu dengan Wakil Bupati Kepulauan Mentawai, Kortanius, katanya beliau hari ini ke Silabu bersama Kapolres untuk berdialog dengan masyarakat Silabu yang menolaknya,” kata Riswan Amdensi Sakerebau kepada MentawaiKita.com, Jumat (5/11/2021).
Riswan menyebutkan, sebelum datang ke Tuapeijat, pada hari Selasa (2/11/2021) mereka turun ke lokasi dan meminta untuk menaikkan alat berat serta menghentikan beroperasi sementara.
“Kami ke lapangan untuk menaikkan alat berat dan meminta berhenti dulu, namun di situ kami berdebat dengan pihak koperasi karena ada perdebatan dengan beberapa masyarakat serta humas koperasi. Jadi kami anak-anak muda seolah-olah tidak didengar suaranya tidak punya hak. Kami melakukan itu untuk masa depan, makanya kami datang ke Tuapeijat biar suara kami didengar,” katanya.
Lanjut Riswan, saat mereka meminta alat berat berhenti, pihaknya dan koperasi terlibat cekcok. Terjadi negosiasi antara warga dan koperasi tapi warga menolak
“Pihak koperasi meminta jangan ganggu mereka, kalau ada masyarakat yang menyerahkan lahan itu yang diambil dulu dan itu sudah mereka tebang,” ujarnya.
Riswan mengakui, orang tuanya memang salah satu pendiri koperasi tersebut, namun tidak ikut menyerahkan lahan kepada koperasi.
Selain Riswan, Manyer Rubeian Siritoitet yang mendampingi Riswan ke Tuapeijat dengan biaya pribadi menyebutkan, mereka tidak mau memungut biaya dari masyarakat yang menolak.
“Kami mengerti kondisi ekonomi ada Rp50 ribu kemudian kami nekad ke Tuapeijat karena ongkos kapal perintis lebih murah,” ujarnya.
Berdasarkan surat yang diterima Mentawaikita.com, penolakan itu karena koperasi tersebut akan melakukan penebangan dan pengelolaan kayu di wilayah Silabu, menurut mereka penebangan dan pengelolaan kayu itu akan menyebabkan terjadinya konflik dan huru-hara sesama masyarakat serta koperasi tidak terbuka melakukan sosialisasi rencana perkebunan minyak atsiri Mentawai.
Mereka juga tidak pernah menyerahkan dan menandatangani surat yang menyatakan bahwa rencana perkebunan atsiri oleh Koperasi Minyak Atsiri Mentawai telah bebas dari konflik, malahan dengan terbitnya persetujuan Pemanfaatan Kayu Kegiatan non Kehutanan (PKKNK) dengan nomor 903/2330/PR.PH-2021, membuat mereka berkonflik, saling tuduh dan huru-hara diantara masyarakat Desa Silabu.
Sebagai masyarakat adat Desa Silabu menduga telah terjadi penyalahgunaan identitas KTP mereka dari masyarakat Silabu dan disalahgunakan untuk persyaratan terbitnya persetujuan PKKNK yang diterbitkan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat.
Dengan alasan itu meminta membatalkan surat keputusan persetujuan PKKNK nomor 903/2330/PR.PH-2021. Kemudian pernyataan surat bebas konflik yang disampaikan oleh koperasi pada 17 Maret 2021 segera dibatalkan karena itu landasan Dinas Kehutanan terbitnya PKKNK.
Surat pernyataan tersebut ditandatangani 154 orang warga Silabu yang menolak penebangan kayu oleh koperasi.
Comments