top of page
  • Gambar penulisycmmentawai

YCMM dan Huma Gelar Pelatihan Mediasi dan Negosiasi untuk Komunitas Adat Mentawai


Direktur YCMM Rifai membuka Pelatihan Mediasi dan Negosiasi untuk Komunitas Adat Mentawai di Muara Siberut. (Foto: Hendrikus/Mentawaikita.com)
Direktur YCMM Rifai membuka Pelatihan Mediasi dan Negosiasi untuk Komunitas Adat Mentawai di Muara Siberut. (Foto: Hendrikus/Mentawaikita.com)

MUARASIBERUT-Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) dan Perkumpulan Huma mengadakan Pelatihan Mediasi dan Negosiasi untuk Komunitas Adat Mentawai di Aula Pastoran Muara Siberut selama tiga hari, dimulai 25-27 Agustus 2021. Peserta pelatihan yang berjumlah sekira 30 orang berasal dari komunitas adat yang ada di Siberut Selatan dan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.


Direktur YCMM Rifai Lubis mengatakan, pelatihan diselenggarakan untuk komunitas adat yang sedang proses pengajuan pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat, atau yang sudah memperoleh pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat.

“Tujuan pelatihan ini agar nanti peserta bisa memahami peran sipatalaga (penengah/mediator) dalam penyelesaian konflik di komunitas adat,” katanya.


Pengakuan masyarakat hukum adat di Mentawai yang sudah dipayungi Peraturan Daerah PPUMHA tak hanya mengakui masyarakat atau uma dalam kesatuan masyarakat hukum adat, tapi juga termasuk wilayah adat, lembaga adat, hokum adatnya dan benda-benda adatnya.


“Jadi penting itu pengakuan, maka yang penting itu hukum adatnya diakui, wilayah adatnya diakui, lembaga adat juga diakui, kalau itu sudah diakui maka semua fungsi yang ada di komunitas adat termasuk dalam hal penyelesaian sengketa," kata Rifai yang juga menjadi narasumber dalam pelatihan.


Sementara Kepala Divisi Kajian dan Pengembangan Pengetahuan YCMM, Tarida Hernawati mengatakan, pelatihan mediasi dan negosiasi untuk sipatalaga atau penengah konflik dalam komunitas adat di Mentawai diadakan bekerjasama dengan Perkumpulan Huma.

“Peserta adalah para anggota suku atau uma yang memiliki pengalaman sebagai sipatalaga, sikebbukat uma (pemimpin uma) atau yang berminat dan berpotensi sebagai sipatalaga,”kata Tarida.

Salah seorang peserta pelatihan, Alexander Tasiriguruk mengatakan harapannya dapat memahami peran sipatalaga dalam penyelesaian konflik anggota sukunya. “Saya pernah menyelesaikan soal sengketa dulu itu tentang batas tanah adat yang ada di Saibi Samukob Siberut Tengah dimana peran sipatalaga ini sama dengan kepala dusun, misalkan jika ada sengketa dan seseorang mengambil denda 5 batang sagu, maka jika ada sipatalaga bisa berkurang menjadi 3 batang sagu saja karena ada sipatalaga jadi tidak memberatkan kedua belah pihak,” katanya.


Menurut dia, sengketa yang bisa dimediasi oleh sipatalaga umumnya sengketa atau konflik yang terjadi di masyarakat, seperti selingkuh, perebutan hak milik tanah, perebutan tanah adat,dan sebagainya.


“Setelah kami dipanggil saat itu juga yang memanggil yang punya konflik sudah memberikan pandangan kepada kami sebagai sipatalaga apa konflik sebenarnya, dijelaskan semuanya agar kami paham, setelah nanti akan mengadakan pertemuan secara terbuka untuk penyelesaiannya,s ipatalaga tidak memilki buku sehingga akan dibawa untuk bahan melainkan cukup dihafal dan disimak, kami sudah faham oh, ini itu persoalannya, maka jalurnya seperti ini,” katanya.


Biasanya proses patalaga ini akan disaksikan oleh orang banyak, dan bisa juga hanya sebatas keluarga, karena dia bisa terbuka sehingga masyarakat lain bisa tahu apa persoalan sebenarnya yang terjadi, agar ketika penyampaian kepada orang lain tidak salah, dan tidak menimbulkan informasi yang simpang siur, biasanya warga akan mendengarkan dan melihat proses itu sampai selesai,dan berakhir damai, katanya menambahkan.


“Harapan kami kami sebagai sipatalaga bisa memahami hukum adat itu dan diakui oleh Pemerintah karena selama ini proses hukum adat di masyarakat masih berjalan, dan sipatalaga masih berperan aktif dalam penyelesaian konflik, dan ilmu yang dapatkan bisa disebarkan kepada masyrakat lainnya, yang tidak sempat hadir pada pelatihan ini,” katanya.


Markus, peserta lain dari Sirilanggai Kecamatan Siberut Utara mengatakan di daerahnya juga ada sipatalaga atau biasa disebut sipasuli yang berperan sebagai penengah dalam sengketa masyarakat. “Saya sendiri belum pernah menjadi sipatalaga, namun dari untuk prosesnya saya paham,” katanya.


Sipatalaga ini sangat dibutuhkan masyarakat adat, dan hperannya harus ditingkatkan. “Harapan saya pada pelatihan ini kami paham dan mengerti tentang hukum adat yang dapat di daerah kami serta hukum itu diakui dan dijalankan karena selama ini belum ada pelatihan semacam ini, dengan adanya YCMM pengetahuan kami tentang sipatalaga ini lebih luas lagi,” katanya.

22 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page